Minggu, 25 Juni 2017

contoh makalah pabrik gula


contoh makalah pabrik gula


contoh makalah pabrik gula,makalah proses pembuatan gula pasir dari tebu,makalah pt madukismo,limbah pabrik gula madukismo,proses pembuatan gula madukismo,laporan kunjungan industri pt madukismo,misteri pabrik gula madukismo,pabrik gula madukismo wikipedia,sejarah pt madukismo



contoh makalah pabrik gula

 contoh makalah pabrik gula,makalah proses pembuatan gula pasir dari tebu,makalah pt madukismo,limbah pabrik gula madukismo,proses pembuatan gula madukismo,laporan kunjungan industri pt madukismo,misteri pabrik gula madukismo,pabrik gula madukismo wikipedia,sejarah pt madukismo

contoh makalah pabrik gula

B. Aspek Pabrik PG Soedhono
1. Semi uji perah (semi perproef)
Untuk mengetahui kinerja pabrik PG Soedhono telah dilakukan semi uji perah 2 kali ulangan masing-masing ulangan 1 tanggal 9 Agustus 2007 jam 17:00 – 21:00 (4 jam) dan ulangan 2 tanggal 10 Agustus 2007 jam 07:00 – 15:00 (8 jam) . Data hasil semi uji perah kinerja PG Soedhono tersebut selengkapnya disajikan pada Tabel 8.

Dari Table 8 menunjukkan bahwa :
a.Nira mentah % tebu.
Dalam semi uji perah hasil rata-rata nira mentah % tebu mencapai 98,25. Angka tersebut sudah cukup tinggi, mengingat bahwa rata-rata PG PG di Indonesia dalam masa giling 2006(IAP, 2007) nira mentah % tebu hanya mencapai 97.73 Angka nira mentah % tebu yang cukup tinggi tsb. merupakan salah satu dampak dari angka rata-rata imbibisi % tebu atau imbibisi % sabut yang tinggi yaitu rata-rata 31,72 (IAP 2007 = 30,44 %) dan 220.58 % (IAP, 2007 = 208 %). Imbibisi % tebu maupun % sabut yang tinggi tersebut merupakan suatu bentuk atau upaya dalam meningkatkan ekstraksi gilingan, khususnya untuk menekan kadar pol ampas.

b.Ampas % tebu dan kadar sabut tebu.
Hasil ampas % tebu rata–rata mencapai 33,47. Hasil ampas % tebu tersebut menunjukkan cukup tinggi, karena IAP 2007 menunjukkan rata-rata ampas % tebu 31.93. Kadar sabut % tebu cukup memadai yaitu 14,18 lebih rendah sedikit dari sabut % tebu rata-rata IAP 2007 menunjukkan 14,49. Untuk PG Soedhono dengan kapasitas giling lebih besar 2400 TCD kebutuhan ampas sudah tercukupi.

c.Kadar pol ampas gilingan akhir.
Hasil analisis kadar pol ampas gilingan akhir rata-rata menunjukkan 2,21.
Angka kadar pol ampas gilingan 2,21 tersebut relatif masih tinggi walaupun sudah lebih rendah dari kadar pol ampas akhir rata-rata IAP 2007 yaitu 2,39. Kadar pol ampas gilingan akhir yang baik yaitu < 2. Kadar pol ampas gilingan akhir PG Soedhono yang rata-rata mencapai 2,21 tersebut masih perlu upaya penekanannya. Upaya penekanan kadar pol ampas gilingan akhir selain dengan imbibisi yang telah ada, maka di masa mendatang (jangka panjang) dipandang perlu untuk mencoba pemakaian sirkulasi imbibisi untuk gilangan III dan gilingan IV. Pemakaian sirkulasi imbibisi yang dimaksudkan yaitu nira dari gilingan yang bersangkutan sebagian disirkulasikan ke unit gilingan di mana nira tersebut berasal. Jumlah pemakaian imbibisi yang disirkulasi bergantung pada para meter masing masing gilingan dengan batasan kadar bahan kering ampas akhir tidak basah maupun gilingan tidak mengalami selip. Sedangkan untuk jangka pendek dipandang perlu untuk trial and error tentang persentase distribusi imbibisi untuk ampas gilingan II yang menuju ke gilingan III dan ampas gilingan III yang menuju ke gilingan IV (gilingan akhir).

d. Nira asli ampas % sabut
Hasil rata-rata nira asli dalam ampas % sabut selama semi uji perah menunjukkan 56,03. Angka tersebut menunjukkan masih tinggi, mengingat bahwa rata-rata nira asli dalam ampas % sabut IAP 2007 mencapai 52,0 sehingga masih perlu upaya untuk menekan angka nira dalam ampas % sabut tersebut menjadi lebih kecil. Angka nira asli ampas % sabut tersebut diharapkan rendah agar kadar pol ampas dapat lebih rendah lagi dan ekstraksi diharapkan dapat meningkat. Masih perlu pembenahan di setelan gilingan.

e. Kadar nira tebu.
Hasil perhitungan kadar nira tebu rata-rata selama semi uji perah mencapai 80,53. Walaupun sudah lebih tinggi dari kadar nira tebu rata-rata IAP 2007 yang juga hanya mencapai 79,86, tetapi diharapkan bias mencapai angka secara teknologi gula yaitu > 84.

f. Imbibisi % tebu dan imbibisi % sabut.
Hasil perhitungan imbibisi % tebu menunjukkan rata-rata 31,72 dan imbibisi % sabut rata-rata 220,58. Hasil rata-rata imbibisi % tebu dan imbibisi % sabut tersebut cukup tinggi, mengingat bahwa rata-rata imbibisi % tebu dan imbibisi % sabut dalam IAP 2007 hanya menunjukkan 30,44 dan 208. Namun apabila masih memungkinkan dapat ditingkatkan akan lebih baik secara teknologi .Upaya peningkatan imbibisi % tebu tersebut dilakukan tentunya dalam rangka menekan kadar pol ampas gilingan akhir. Walaupun imbibisi % tebu dan imbibisi % sabut telah menunjukkan angka yang relatif sudah cukup tinggi, namun angka kadar pol ampas juga masih tinggi yaitu masih lebih > 2,00. Dalam hal ini, maka kajian mendalam sehubungan dengan penekanan kadar pol ampas akhir ini perlu dilakukan.

g. Hasil Bagi Pemerahan Brix (HPB).
Hasil ekstraksi gilingan yang merupakan salah satu parameter dinyatakan dengan HPB I (Hasil Bagi Pemerahan Brix gilingan I) rata-rata mencapai 59,61 %. Angka HPB I rata-rata 59,61 % tersebut masih sangat rendah, mengingat bahwa rata-rata HPB I PG PG di Indonesia dalam masa giling 2006 mencapai hanya 61,51 (IAP, 2007). Angka rata-rata HPB I 59,61 dan 61,51 tersebut (IAP, 2007) masih rendah, sehingga perlu upaya peningkatan. Secara teknologi gula, angka rata-rata HPB I yang diharapkan (baik), yaitu > 65. Selanjutnya untuk hasil ekstraksi gilingan yang lain yang dinyatakan dengan parameter HPB total mencapai rata-rata 90,00. Angka HPB total rata-rata 90,00 tersebut juga masih rendah sehingga perlu upaya peningkatan, demikian pula rata-rata HPB total PG PG di Indonesia dalam masa giling 2006 mencapai yang hanya 90,61(IAP, 2007). Untuk PG Soedhono pencapaian HPB total yang masih rendah tersebut penyebabnya a.l. pencapaian angka HPB I rata-rata masih sangat rendah yaitu 59,61 dan penyebab lainnya yang perlu dikaji secara mendalam. Secara teknologi gula angka HPB total diharapkan dapat mencapai > 92.

h. Perbandingan setara Hasil Bagi Kemurnian (PSHK)
Selama semi uji perah (semi persproef) rata-rata PSHK menunjukkan 94,27. Pencapaian rata-rata PSHK 94,27 tersebut masih rendah karena rata-rata IAP 2007 dapat mencapai 96,01 Rendahnya rata-rata PSHK tersebut a.l. yaitu karena kualitas tebangan tebu giling yang masih belum prima akibat belum dapat diterapkannya prinsip manajemen tebang angkut (TA) MSB, yaitu : “manis, segar dan bersih”. Selain itu, kondisi sanitasi gilingan juga masih perlu upaya peningkatan. Pemakaian bahan kimia untuk sanitasi perlu diperhatikan spesifikasi bahan tersebut sehingga aplikasinya dapat optimal.

i. HK nira mentah dan nilai nira nira perahan pertama (npp)
Hasil analisis HK nira mentah rata-rata mencapai 68,00. Rata-rata HK nira mentah 68,00 tersebut sangat memprihatinkan (sangat rendah) demikian juga rata-rata IAP 2007 yang hanya mencapai 72.8 Angka HK nira mentah tersebut merupakan salah satu cerminan bahwa kualitas tebu giling yang akan diproses pada saat pemantauan sangat rendah. Rendahnya kualitas bahan baku tersebut juga terlihat pada nira perahan pertama (NPP) menunjukkan rata-rata nilai nira npp yang masih rendah yaitu 9,73 %. Nilai nira npp 9,73 tersebut memprihatikan juga karena masih sedikit lebih rendah dari rata-rata nilai nira npp IAP 2007 yang rata-rata menunjukkan 10.62 % (termasuk masih rendah). Secara teknologi nilai nira npp yang diharapkan yaitu rata-rata >12. Infomasi secara lisan yang diperoleh dari PG di Jawa yang rengking pencapaian rendemennya tertinggi nomor 2 sampai dengan periode 15 Juli 2007 nilai nira npp mencapai 12,55.

j. Efisiensi pengolahan.
Kinerja pengolahan yang parameternya ditunjukkan sebagai angka winter rendemen (WR). Sesuai metodologi di atas digunakan angka WR yang telah dicapai PG yaitu 96,22 , sedangkan IAP 2007 rata-rata WR 96.48 jadi masih lebih rendah, sehingga masih perlu upaya peningkatan.
Selain data pengamatan berat tebu, imbibisi, nira mentah dan hasil analisis nira gilingan, ampas akhir serta perhitungan dalam semi uji perah atau semi persproef di atas dilakukan pula uji petik (secara acak) terhadap blotong dan tetes. Data hasil rata-rata hasil analisis % pol blotong dan HK tetes akhir disajikan pada Tabel 9.



Tabel 9. Rata-rata hasil analisis blotong dan tetes akhir.
Ul
Blotong
Tetes

Pol
BK
Pol
Brix
HK
1
4.10
33.2
29.14
89.10
32.7
2
1.93
33.0
28.59
88.47
32.3
Rata2
3.02
33.15
28.87
88.78
32.5
IAP ‘07
2.02
40.44
28.52
88.27
32.3

Dari Tabel 9 menunjukkan bahwa rata-rata kadar pol blotong tinggi yaitu rata-rata 3,02 >2,02 (IAP 2007). Secara teknologi pol blotong yang baik diusahakan tidak lebih dari 1,5 %. Pengamatan pada saat pemotretan hari pertama (ulangan 1) air siraman tidak merata, tetapi setelah hari kedua ada perbaikan saluran sprayer air siraman sehinga lebih merata, dampak dari perbaikan tersebut pol blotong mengalami penurunan yang nyata hingga menjadi 1,93 %. Beberapa hal yang masih perlu ditingkatkan unjuk kerja pada Rotary Vakum Filter pada saat pengamatan antara lain tekanan vakum tinggi yang hanya mencapai rata-rata 20 cm Hg yang seharusnya antara 30 – 40 cm Hg, suhu air siraman hanya 75 oC dan suhu nira kotor hanya 90 bisa ditingkatkan menjadi sekitar 90 oC. Rata-rata HK pol tetes rata-rata pada saat uji petik rata-rata mencapai 32.5 tampak sedikit lebih tinggi dari IAP 2007 yang rata-rata mencapai hanya 32,30 sehingga masih perlu upaya penekanannya. Upaya penekanan HK tetes a.l. dengan meningkatkan kualitas masakan D dan sistem pendingin masakan D yang optimal. Pengamatan suhu masakan yang masuk tangki pemutaran masih 55,8 oC yang seharusnya sekitar 40 oC. Terlihat di sini sistem pendinginan kurang optimal.

k. Efisiensi gilingan dan efisiensi pabrik
Efisiensi gilingan (yang dihitung dari HPBtotal x PSHK/100) selama semi uji perah rata-rata mencapai 84,84 masih lebih rendah dari rata-rata IAP 2007 yang mencapai 87.12. Sedangkan efisiensi pabrik (yang dihitung dari HPBtotal x PSHK x PSHK/10000) secara keseluruhan rata-rata mencapai 81,63 masih lebih rendah dari IAP 2007 yang mencapai 84,05 sehingga PG Soedhono masih perlu upaya peningkatan melalui banyak pembenahan baik peralatan gilingan, proses dan operasionalnya dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

l.Energi dan BHR esg
Selain data sekunder WR dicoba pula untuk mengumpulkan data sekunder
tentang energi yang meliputi Efisiensi Boiler (rendemen ketel), residu % tebu, uap kering % tebu dan BHR esg dari Laporan LP1 dan KT4 pada periode sebelum semi uji perah dilakukan. Data yang diperoleh disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Energi dan BHR esg.

No
Uraian
PG Soedhono
Sasaran
Periode ini
Sd periode ini*
1
Rendemen ketel
70.96
70.67
70
2
Residu % tebu
0.80
3.31
00
3
Uap kering % tebu
63.9
63.9
70
4
BHR esg
-
80,33
85
Keterangan : * s/d periode 15 Juli 2007 (angka laporan LP1)
Mengingat bahwa waktu yang tersedia untuk semi uji peah sangat terbatas,
maka digunakan data sekunder.

Dari Tabel 10 menunjukkan bahwa rendemen ketel baik periode ini maupun s/d periode ini sudah mencapai sasaran. Hal ini ditunjang kadar sabut tebu yang sudah memadai. Demikian pula pemakaian residu juga menunjukkan tinggi, hal tersebut juga terkait dengan Bahan Kering (BK) ampas yang masih perlu ditingkatkan. Pada saat pengamatan BK ampas hanya mencapai 47 %, jika dibandingkan dengan IAP 2007 yang mencapai 49 % BK masih lebih rendah (table 8). Pemakaian uap % tebu menunjukkan lebih rendah dari sasaran baik periode ini maupun s/d periode ini, hal tersebut diduga karena kondisi gilingan yang belum optimal, masih perlu resetting. Selama pengamatan beberapa kali jam berhenti karena terjadi kerusakan pada gilingan 3. Boiling House Recovery (BHR) esg masih jauh dari sasaran baik periode ini maupun sampai dengan periode ini. Hal ini tercermin dari kondisi bahan baku yang ada (rendah kualitasnya, khususnya dari tinjauan HK nira mentah dan nilai nira npp), disamping kondisi peralatan yang ada. Oleh karena itu managemen tebang angkut (TA) – MSB mutlak harus dilaksanakan guna dapat meningkatkan produktivitas khususnya dari tinjauan rendemen yang dicapai.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil pengamatan selama semi uji perah disimpulkan bahwa :
1. Kualitas tebu giling ditinjau dari nilai nira nira perahan pertama (npp) masih
rendah (belum prima) yaitu rata-rata masih 9,73 < 12, sehingga rendemen
yang dicapai juga masih rendah.
2. Kinerja gilingan ditinjau dari efisiensi menunjukkan rerata 84,84 % dan
efisiensi pabrik secara keseluruhan rata-rata mencapai 81,63 < 84 sehingga
masih perlu peningkatan melalui pelbagai pembenahan peralatan
gilingan , peralatan proses dan operasionalnya baik pembenahan untuk
jangka pendek maupun untuk jangka panjang.
Saran
Dari hasil pemantauan di sektor pabrik selama semi uji perah disampaikan beberapa saran untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Jangka pendek
untuk stasiun gilingan perlu perhatian a.l. terhadap :
- sistem kontrol setelan gilingan dan keajegan feeding,
- sanitasi gilingan, perlu perhatian spesifikasi bahan sanitasi yang digunakan dan cara aplikasinya di gilingan.
Untuk stasiun pabrik tengah perlu perhatian a.l. terhadap :
- kualitas nira kotor (berat jenis) dan suhu nira kotor dalam drum rotary vacuum filter, sistem air siraman ( kerataan, suhu)
- operasional rotary vacuum filter(tekanan vakum dioptimalkan)
untuk pabrik belakang perlu perhatian a.l. terhadap :
- sistem pendingin masakan akhir yang memerlukan power yang berarti sehingga perlu ada perhitungan terhadap efeknya dari tinjauan teknologi dan ekonomi
Jangka panjang
Stasiun gilingan :
- Mencoba pemakaian sistem sirkulasi imbibisi design P3GI Pasuruan,

Perlu Audit pabrik secara keseluruhan (untuk energi, gilingan dan pengolahan) secara efektif selama minimal 1/2 periode dan menindaklanjuti saran yang dipandang lebih urgen (prioritas) dari tinjauan teknologis dan ekonomis.
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : contoh makalah pabrik gula

0 komentar:

Posting Komentar